Total Tayangan Halaman

Jumat, 23 Desember 2011

Untuk Waktu yang Lama

Tepat satu hari sebelum keberangkatanku ke Kota Berhati Nyaman. Deringan telpon dari orang yang paling kuhindari memaksaku menjawabnya. Terdengar suara yang tidak sabar di seberang sana.

“Kau berangkat besok?”

“Iya, sampai ketemu di sana ya..”

“Sebaiknya tidak usah”. Tut. Sambungan telpon diputus. Err. Aku bergetar. Apa-apaan!

______________________________________________________________________________

Dan setelah berjam-jam di perjalanan, aku pun mendarat dengan selamat di kota pelajar ini. Saatnya membereskan hal-hal yang masih tertunda. Hanya beristirahat semalam, satu persatu urusan kami pun kuurai dan kuselesaikan. Di tengah perjibakuan itu, seorang perempuan yang sudah sangat familiar menghampiri hidupku, lagi!!. Dia menarikku ke sudut favoritku di kota ini, kampus tercinta!

“Terima kasih Mbak, sudah melepasnya, sehingga aku tidak perlu menunggunya lama dan tidak merebutnya dari siapapun” anak rambutnya berlari dipermainkan angin liar di sekitar kami.

Aku mengangkat sebelah alis mata-ya, mencoba memasang tampang setan-.”Aku tidak melepasnya untuk siapapun. Aku melepasnya karena aku harus”.

Gadis cantik di depanku itu tersenyum dan meraih tanganku. “Ah, bagaimanapun aku berjanji akan menjaganya baik-baik”.

Pelan, kuraih tanganku kembali. “Dia bukan barang dan mungkin sebaiknya aku yang berpesan padanya untuk menjagamu baik-baik”.

Dia tersenyum jengah. “Baiklah, kami akan baik-baik saja”

“Sebaiknya begitu” sahutku tak acuh, bukan karena aku sakit hati. Sejujurnya aku sudah tidak peduli pada apapun yang terjadi di sini karena sudah kuputuskan pergi dari sini untuk waktu yang lama.

Dan pemilik suara di telpon waktu itu, yang mengatakan agar tidak usah bertemu, nyatanya hari itu muncul di hadapanku, tanpa diiringi bunga yang beterbangan atau peri-peri di sekelilingnya, hanya dedaunan gugur yang senantiasa hadir di antara kami. Sosok yang memberi nama Pasir Krakal padaku (http://www.facebook.com/notes/me/#!/note.php?note_id=10150263378098962). Masih membawa pertanyaan yang sama.

“Beri aku alasan yang bisa ku mengerti” pintanya.

“Karena tempatku bukan di sini”

“Aku masih separoh mengerti”

“Bagaimana dengan : aku pasti dikalahkan jarak dan waktu”

Dia tertegun sejenak. Aku buru-buru melanjutkan. “Aku tidak ingin dikalahkan lagi. Hanya itu”

Dia masih diam, membiarkan keheningan mengisi waktu kami. “Mungkin aku akan mengerti” ujarnya.

Fiuuh, akhirnya.

“Kapan kau akan mampir ke kota ini lagi?”

Pertanyaan yang sudah kuduga. “Tidak tau. Mungkin saat ini aku ingin menghapus semua jejakku di sini”

“Karena?”

“Karena aku sudah memutuskan pergi untuk waktu yang lama”

“Dan?”

“Dan karena aku sadar, tidak akan ada yang menungguku selamanya”

Dia menarik napas panjang mendengar penjelasanku, tersenyum ringan dan menepuk bahuku. Aku rasa dia sependapat denganku. “Sempatkanlah datang begitu ada kesempatan”

Aku mengangguk mengiyakan. Selama 2 bulan ini aku sudah berlatih dan mempersiapkan diri dengan baik. Dan aku pun pergi untuk waktu yang lama dengan jarak yang jauh tanpa kepastian apapun, dengan meninggalkan sepotong hati di sini. Ketika sebuah bab berakhir di hidup kita, saatnya bab baru dimulai. Toh semuanya akan tetap bersatu dalam satu buku yang sama.

Aku tau, aku akan menyesal karena memilih pergi dan aku akan menyesal pula kalau bertahan. Aku memilih menyesal karena pergi, karena saat menyesal nanti, aku pasti dikelilingi orang-orang yang kusayangi.

Begitu tiba saatnya aku terbang dari negeri yang penuh impian ini, aku melambai sambil berkata, “Sampai jumpa di Eropa!”

Seperti biasa, dia memandangku tak percaya untuk kemudian tergelak, “Baiklah, mungkin sebaiknya kujawab sampai jumpa di Afrika!”

“Siap!” aku membentuk bulatan dengan telunjuk dan ibu jari.

“Hei orang gila, baru sekarang aku melihat orang yang tidak sedih ketika berpisah! Padahal orang-orang melepasmu dengan berurai air mata” ujarnya lagi.

“Aku hanya tidak ingin menjadi penyebab kesedihan orang lain. Dan aku percaya kalau ada pertemuan maka ada perpisahan, semoga dimana ada perpisahan akan ada pertemuan lagi di kesempatan yang lebih baik” aku melambai lagi dan berjalan menuju check-in counter. Selamat tinggal untuk sementara, semoga nanti akan ada kesempatan yang lebih baik. Bye Jogja. Bye guys.

Jogja, Nov 6th 2011

Pekanbaru, Nov 20th 2011

published also in http://facebook.com/yunriska.rona

Tidak ada komentar:

Posting Komentar