Total Tayangan Halaman

Selasa, 19 Juli 2011

Versi-ku Tentang Gengsi Lelaki

Gengsi lelaki, huh ? Menurutku, gengsi merekalah yang membedakan mereka antara satu dengan yang lainnya. Kadang, gengsi mereka bagus asal ditaroh pada tempat yang benar. Kadang, gengsi mereka membunuh harapan semua orang, bahkan harapannya sendiri. Tapi percayalah, lelaki yang terlalu arogan mengagungkan gengsinya sendiri, malah semakin menunjukkan dialah sang pecundang. Subjektif ?? Tentu saja, ini penilaianku pribadi. Beberapa hari yang lalu, di sebuah keramaian. Bersama 2 orang teman, lelaki tentu saja, salah satunya sudah kukenal lama : kita sebut sebagai lelaki pertama dan yang lain baru beberapa bulan terakhir : kita sebut sebagai lelaki kedua. Kami sama-sama mendengarkan playlist seseorang. Tapi mungkin karena aku yang berada di depan laptop, akulah tersangka pemilik si playlist. Lelaki kedua, langsung berkomentar kurang sedap "Kamu pasti bukan penyuka lagu Barat. Dari tadi cuma lagu Indonesia". Waw, what a judgement man !! Harga diriku ikut tersentil, kujelaskan bahwa itu bukan playlistku, bahwa aku suka lagu dalam bahasa apapun, swahili kek, urdu kek, vietnam, latin, bahkan bahasa kambing, as long as easy listening, it doesn't matter. Tentu saja subjektif, karena hanya menurut pendapatku pribadi. Selang beberapa waktu, seorang bule menghampiri kami dan bertanya sesuatu. Sebisa mungkin, "kami" membantu. Guess what?? Hanya aku yang berbicara dengan si bule. Lelaki pertama, sedang ke kamar mandi. Lelaki kedua, mengkeret, mungkin skrotumnya mengecil begitu melihat bule. Cuih !! Kalau mentalnya hanya segitu, kenapa memandang rendah orang lain ?? Tapi tenang saja, wanita adalah makhluk yang pintar bersandiwara. Aku tidak mengatakan apapun padanya. Seperti yang kuduga, dia tidak punya nyali cas cis cus dengan bule. Aku juga tidak, tapi aku berani mencoba. Dan beruntungnya kami (sial buat lelaki kedua), tempat kami berada waktu itu banyak disambangi bule. Tidak usah diceritakan lagi, akhirnya lelaki kedua hanya jadi penontonku dan lelaki pertama. Gengsinya ? Habis ditelan bule. Hahahahaha Di sisi lain, gengsi lelaki yang sudah mati (ambigu ya), gampang tumbuh lagi (hebat !!). Beberapa hari setelahnya, masih di lokasi dan personil yang sama. Bedanya, tidak ada bule kali ini. Lagi-lagi lelaki kedua mengusik masalah playlist. Tenang kawan, aku sudah menyiapkan senjata untuk membunuh gengsimu (lagi !). Playlist yang kuputar kali ini, langsung dari mp3 player, sengaja kuisi lagu Barat semua. Benar saja, dia langsung merespon jebakanku, "Playlist siapa?". Kutunjuk diriku. Dia manggut-manggut. Ketika akhirnya giliran lagu White Lion "'Til Death Do Us Part", seorang lelaki mendekat,"Mbak, itu lagu siapa dan judulnya apa?". Kujawab saja dan diapun berlalu. Datang lagi seorang lelaki, membawa pertanyaan yang sama, plus minta dicopy-kan lagunya. Setelahnya, kami bertiga berpandangan dan tertawa. Waw, ternyata lagunya berkesan buat banyak orang. Apakah cerita sore itu hanya berakhir sesingkat itu ? Ternyata tidak, si lelaki kedua masih mencoba menegakkan benang rajut basah. Kyakakaka. Dia merebut laptop, mencari lagu Hoobastank "The Reason", dan berguman "Kira-kira nanti ada yang datang lagi menanyakan lagu atau tidak ?". Ough, aku sontak ingin menegakkan benang nilon basah. Jiahaha. Tidak berhenti sampai di sana. Saking terobsesinya, si lelaki kedua langsung browsing lirik lagu tersebut. Jiaah ! Sang penyuka lagu Barat, sikapmu sungguh bertentangan dengan kualitasmu. Lelaki pertama hanya menggelengkan kepala melihat tingkahku. Apalagi setelah kubisikkan "Dia tidak lolos test ke-lelaki-an". Teman, lelaki tidak harus selalu terlihat hebat di depan wanita, tidak harus selalu menjunjung tinggi ego dan gengsi, tapi juga tidak rendah diri dan krisis percaya diri. Tampillah apa adanya, jangan dibuat-buat. Gengsi tidak bisa dimakan, hanya saja pintar-pintar lah menempatkannya. Itu saja, semoga berguna. Lelaki pertama, yang notabene adalah lelaki di sampingku bertanya, "Apakah aku akan lolos tes seperti itu ?". Jawabanku sebenarnya tidak perlu, tapi mungkin baginya perlu, "Kamu sudah lolos tes itu bertahun silam, karena kalau tidak, pasti aku sudah menendangmu jauh-jauh hari". Dia tersenyum, "Kapan ya tes nya ? Aku tidak pernah sadar" Estrogenku membuncah, "Apa aku harus menendangmu sekarang ? Kamu tidak lolos tes kesadaran !!" Jangan tersinggung, mungkin aku menjudge golongan tertentu, atau bahkan seseorang, abaikan saja, semua penilaianku di sini mungkin sangat subjektif. Jogja, July 16th 2011 Hiruk Pikuk Menuju Yudisium published also in : http://facebook.com/yunriska.rona

2 komentar:

  1. Mba Rona, aku suka tulisan yang "...aku suka lagu dalam bahasa apapun, swahili kek, urdu kek, vietnam, latin, bahkan bahasa kambing, as long as easy listening, it doesn't matter."

    BalasHapus
  2. wkwkwk..emang gitu kan..hanya keheningan yang nggak bisa diungkapkan oleh musik, selain itu, bisa..

    BalasHapus